Kamis, 13 Juni 2013

PRODUSEN TEKSTIL DAN GARMEN SKALA KECIL DAN MENENGAH INDONESIA MENGHADAPI MASALAH DENGAN LC

Nama  : Khoirun Nisa
NPM   : 22209434
Kelas   : 4eb19
Tugas  : Akuntansi Internasional

Industri tekstil dan garmen Indone­sia telah lama menjadi pilar utama bagi perekonomian Indonesia, yang memberikan lapangan kerja dan devisa yang sangat besar. Namun per­saingan di pasar global semakin ketat.
Bagi pengekspor Indonesia, tren yang ada cukup mengkhawatirkan: impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Amerika menurun, dan banyak perusahaan Indonesia bergantung pada pasar ini. Meskipun negara-negara Uni Eropa juga tujuan ekspor yang penting, banyak pengekspor merasa bahwa Uni Eropa adalah pasar yang sulit ditembus karena pesanan yang lebih kecil dan kecend­erungannya membeli dari berbagai sumber. Pasar alternatif lain seperti Jepang juga sulit ditembus, dimana ban­yak perusahaan Indonesia berpendapat standar yang diterapkan terlalu tinggi. Selain itu, konsumen Jepang cenderung sangat loyal kepada produk tertentu dan hubungan yang terjalin dengan pemasok Cina dan Korea sebelumnya. Akibatnya, Perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN dengan Jepang yang ditandatan­gani beberapa tahun lalu belum mampu signifikan mendorong ekspor atau investasi Jepang dalam produksi tekstil Indonesia.
Di samping itu, ada kelebihan kapasi­tas produksi garmen di negara-negara pengekspor di seluruh dunia. Kemajuan teknologi yang memungkinkan pengu­saha memenuhi berbagai kebutuhan memperbesar kemungkinan buyer mencari sumber barang yang mereka inginkan dari mana pun di dunia. Dilatarbelakangi kecenderungan terse­but, hambatan yang dihadapi UKM In­donesia untuk mendapatkan L/C cukup besar; sehingga mengurangi daya saing dalam situasi yang sudah sulit ini.
Perusahaan tekstil dan garmen meng­gunakan L/C untuk mendapatkan modal kerja guna membiayai pesanan mereka. Modal itu sangat penting untuk membeli atau membayar uang muka seluruh bahan mentah dan bahan lain yang dibutuhkan, termasuk kain, benang, retsleting, kancing, dll. Sebagian dari barang itu tersedia di dalam negeri namun banyak pula yang harus diimpor. Jika buyer tidak mau membuka L/C, pengusaha kesulitan cepat mendapatkan bahan mentah– masalah yang diperparah oleh fakta bahwa buyer ingin pesanan dipenuhi lebih cepat dari sebelumnya.  Banyak buyer enggan membuka L/C, karena ketatnya persaingan antar pengusaha tekstil sehingga mereka dapat cepat menemukan alternatif yang lebih murah.


Dana dibutuhkan untuk membuka L/C dan uang itu tidak dapat digunakan untuk keperluan lain. Jika pengusaha dapat menanggung biaya pengadaan bahan dan produksi tanpa uang muka dari buyer, maka buyer dapat menghe­mat uang. Karena itu, mereka memilih mencari produsen yang dapat me­nanggung biaya sendiri dibandingkan pengusaha yang memerlukan pembi­ayaan dari buyer.
Untuk mengatasi masalah ini, menu­rut teori, produsen yang tidak bisa mendapatkan L/C dari buyer dapat meminta kredit dari bank atas tang­gungan sendiri. Jika usaha sedang baik dan buyer dapat diandalkan, ini bukanlah masalah. Namun, di Indone­sia, sejak krisis moneter tahun 1997, bank merasa aman dari risiko dengan menyimpan uang rekening yang pada dasarnya milik pemerintah, dengan bunga sekitar 9 persen. Meskipun bank mungkin memperoleh laba lebih besar dengan memberikan kredit, misalnya sebesar 15 persen, lebih ris­kan menyalurkan kredit dibandingkan dengan keuntungan pasti yang didapat dari pemerintah. Dengan demikian, bank-bank di Indonesia, yang masih enggan mengambil risiko, enggan untuk menyalurkan kredit. Buyer yang lebih suka memesan ke­pada produsen yang mampu membi­ayai sendiri atau yang dapat mengurus pembiayaannya sendiri akan mencari pengusaha di negara lain di mana bank bersedia untuk menyalurkan kredit, bahkan mungkin piutang, dan pinjaman, akibatnya produsen Indonesia bisa dirugikan. 

1.      Pembeli                                        : Indonesia
2.      Penjual                                         : Amerika, Jepang, Korea dan Cina
3.      Bank Eksportir                             : Indonesia
4.      Bank Importir                              : Uni Eropa

5.      Barang yang diperjualbelikan        : Tekstil dan Garmen